BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi selalu mebutuhkan bantuan orang lain, baik untuk
memenuhi kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.
Setiap manusia pada dasarnya saling
membutuhkan bantuan dari sesamanya dalam berbagai pekerjaan yang dapat
mendatangkan manfaat bagi kehidupannya, dalam arti manusia akan selalu
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dalam agama Islam pada hal
tolong-menolong sudah ada aturannya yaitu tolong-menolong dalam hal kebaikan.
Islam merupakan agama yang lengkap dengan
segala perbuatannya, baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun yang
berhubungan dengan Sang pencipta-Nya yaitu Allah SWT. sejalan dengan itu, hukum
Islam disyariatkan untuk mengatur segala perbuatan dan tingkah laku manusia di
muka bumi dalam rangka mencari ridha Allah SWT, sehingga semua urusan manusia
diatur dengan ketentuan hukum yang jelas dan pasti. Ketentuan syara’ yang
berkenaan dengan hak-hak adami manusia itu harus dilaksanakan dengan baik dan
bertanggungjawab.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, yang menjadi fokus pembahasan
penulis dalam makalah ini adalah mengenai wakalah, sulhu, dhaman, dan kafalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian,
dasar hukum, rukun, dan syarat wakalah?
2. Apa pengertian, dasar
hukum, rukun, dan syarat sulhu?
3. Apa pengertian, dasar
hukum, rukun, dan syarat dhaman?
4. Apa pengertian, dasar
hukum, rukun, dan syarat kafalah?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat wakalah.
2. Mengetahui dan memahami pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat sulhu.
3. Mengetahui dan memahami pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat dhaman.
4. Mengetahui dan memahami pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat kafalah.
BAB II
PEMBAHASAN
WAKALAH, SULHU, DHAMAN, DAN KAFALAH
A. Wakalah
1. Pengertian dan Hukum Wakalah
Wakalah menurut bahasa berarti penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat. Menurut istilah, wakalah adalah
permintaan perwakilan oleh seorang kepada orang lain yang bisa menggantikan
dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan untuk diwakilkan, seperti jual beli.
Pengertian wakalah menurut istilah para ulama
berbeda-beda, antara lain sebagai berikut:
a. Malikiyah berpendapat bahwa wakalah adalah
seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia
yang mengelola pada posisi itu.
b. Hanafiyah berpendapat wakalah adalah seseorang
menempati diri orang lain dalam tasarruf (pengelolaan).
c. Imam Taqy ad-Din Abi Bakr Ibn Muhammad
al-Husaini berpendapat bahwa wakalah adalah seseorang yang menyerahkan hartanya
untuk dikelolanya yang ada penggantinya kepada orang lain supaya menjaganya ketika hidupnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa wakalah adalah penyerahan diri seseorang kepada orang lain
untuk mengerjakan sesuatu. Perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih
hidup.
Adapun dasar hukum wakalah adalah firman Allah
SWT dalam QS an-Nisa: 35
..... (#qèWyèö/$$sù
$VJs3ym
ô`ÏiB
¾Ï&Î#÷dr&
$VJs3ymur
ô`ÏiB
!$ygÎ=÷dr& ......
Artinya: ... Maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang
juru damai dari keluarga perempuan....
2.
Rukun Wakalah
a.
Ada yang mewakilkan dan wakil.
b.
Ada sesuatu yang diwakilkan.
c.
Ada lafal yang menunjukkan rida mewakilkan sesuatu
dan wakil menerimanya.
3. Syarat-Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan adalah orang yang sah menurut hukum.
b. Pekerjaan yang diwakilkan harus jelas.
c. Tidak boleh mewakilkan dalam hal ibadah karena ibadah menuntut dikerjakan
secara badaniyah dan dilakukan sendiri (seperti shalat, puasa, dan membaca ayat
Al-Qur’an).
4. Berakhirnya Akad Wakalah
Akad wakalah akan berakhir apabila terdapat hal-hal berikut:
a. Salah seorang yang berakad hilang akalnya.
b. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud.
c. Salah seorang dari yang berakad meninggal.
d. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil.
e. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.
5. Hikmah Wakalah
Hikmah yang diperoleh dari wakalah adalah sebagai berikut:
a. Mengajarkan prinsip tolong-menolong antara satu dengan yang lainnya untuk
tujuan kebaikan.
b. Mengajarkan kepada manusia untuk merenungi bahwa hidup ini tidak sempurna.
c. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu sehingga
mengurangi pengangguran.
B.
Sulhu
Sulhu merupakan akad perjanjian untuk menghilangkan
rasa dendam, permusuhan, atau pembantahan
1. Pengertian dan hukum sulhu
As-sulhu menurut bahasa Arab, bermakna memutus pertengkaran, perselisihan,
atau perdamaian.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa sulhu adalah akad
yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan.
Dasar hukum sulhu terdapat pada QS al-Hujurat: 9
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( ...(الحجرات: ٩)
9.
dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah
kamu damaikan antara keduanya!
2. Rukun Sulhu
a. Musalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk
menghilangkan permusuhan atau sengketa.
b. Musalih anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau
dipersengketakan.
c. Musalih alaih, yaitu hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap
lawannya untuk memutuskan perselisihan.
d. Sigat ijab dan kabul antara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.
3. Syarat Sulhu
Syarat sulhu diklasifikasikan dalam dua hal yaitu yang menyangkut subjek
dan objek perdamaian.
a. Menyangkut Subjek (pihak yang mengadakan perjanjian)
Subjek sulhu harus orang yang cakap dalam bertindak menurut hukum, yakni
orang dewasa. Disamping itu, orang yang bersulhu harus memiliki kekuasaan dan
kewenangan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam
perdamaian tersebut.
b. Menyangkut objek perdamaian
1) Berbentuk harta
2) Dapat diketahui dengan jelas
C.
Dhaman
Dhaman adalah menanggung utang orang yang berutang.
Dasar hukum diperbolehkannya dhaman adalah QS Yusuf: 72
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9Ïèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOÏãy ÇÐËÈ
72. penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala
Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
1. Rukun Dhaman
a. Yang menanggung diisyaratkan sudah balig
b. Yang berpiutang diketahui oleh yang menanggung
c. Yang berutang
d. Utang barang diketahui
e. Lafal diisyaratkan berupa jaminan
2. Syarat Dhaman
a. Penanggung harus mengenal orang yang ditanggung.
b. Jumlah utang yang ditanggung harus sudah resmi dan tetap.
c. Jumlah yang ditanggung sudah diketahui.
d. Penanggung harus orang yang ahli dalam penggunaan uang atau harta.
D.
Kafalah
1. Pengertian dan dasar hukum kafalah
Kafalah termasuk jenis daman, tetapi lebih khusus pada tanggungan badan.
Jadi, kafalah adalah orang yang diperbolehkan bertindak berfungsi menunaikan
hak pengadilan.
Dasar hukum
kafalah QS Yusuf: 66
tA$s% ô`s9 ¼ã&s#Åöé& öNà6yètB 4Ó®Lym Èbqè?÷sè? $Z)ÏOöqtB ÆÏiB «!$# ÓÍ_¨Yè?ù'tFs9 ÿ¾ÏmÎ/ HwÎ) br& xÞ$ptä öNä3Î/ ( !$£Jn=sù çnöqs?#uä óOßgs)ÏOöqtB tA$s% ª!$# 4n?tã $tB ãAqà)tR ×@Ï.ur ÇÏÏÈ
66.
Ya'qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa
kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung
musuh". tatkala mereka memberikan janji mereka, Maka Ya'qub berkata:
"Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)".
Menurut mazhab Hanafi, rukun kafalah adalah ijab dan kabul. Sedangkan
menurut para ulama lainnya rukun dan syarat kafalah adalah sebagai berikut:
a. Dhamin atau Kafil adalah orang yang menjamin. Syarat orang yang menjamin adalah
balig dan berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya, dan dilakukan dengan
kehendak sendiri.
b. Madhmun lah yaitu orang yang berpiutang. Syaratnya yang berpiutang
diketahui oleh orang yang menjamin.
c. Madhmun anhu yaitu orang yang berutang.
d. Madhmun bih yaitu utang. Syaratnya dapat diketahui dan tetap keadaannya.
e. Lafal menjamin
2. Macam-macam kafalah
a. Kafalah dengan jiwa yaitu adanya keharusan pada pihak penjamin untuk
menghadirkan orang yang ia tanggung kepada apa yang ia janjikan tanggungan.
b. Kafalah dengan harta yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh penjamin
dengan pembayaran berupa harta.
3. Pelaksanaan kafalah
Kafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk, yaitu:
a. Munjaz adalah tanggungan yang ditunaikan seketika.
b. Mu’allaq yaitu menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu. Seperti
orang berkata.”jika kamu mengutangkan pada anakku maka aku yang akan
membayarnya”.
c. Mu’aqqat yaitu tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu
waktu. Seperti ucapan seseorang “apabila ditagih pada bulan Ramadhan maka aku
yang menanggung pembayaran utangmu,.[1]
E.
Telaah Materi
Dalam buku fiqh MA kelas X, menerangkan
tentang wakalah, sulhu, dhaman, dan kafalah. Sebagai seorang siswa tentunya
harus mengetahui tentang materi tersebut agar mereka bisa mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam materi ini juga siswa diajarkan untuk
saling tolong-menolong sebagaimana yang terdapat pada hikmah dari melaksanakan
wakalah, shulhu, dhaman, dan kafalah. Dalam buku fiqh MA ini siswa diharapkan
kompeten dalam mengaplikasikan apa-apa yang terdapat pada materi ini di dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis selaku penelaah buku fiqh MA kelas X
ini berpendapat bahwa materi yang terdapat dalam buku paket fiqh kelas X MA ini
sudah relevan dengan kehidupan siswa, dan cukup jelas sehingga memudahkan siswa
untuk memahaminya khususnya siswa kelas X MA. Namun mengenai materi dhaman dan
kafalah itu menurut beberapa referensi yang penulis baca disebutkan bahwa antara
dhaman dan kafalah itu sama saja, sedangkan di dalam buku paket itu dibedakan
padahal isinya sama. Jadi menurut penulis lebih baik materi tersebut digabung
saja agar dapat menghemat waktu lagi.
Selanjutnya penulis mencoba menambahkan
mengenai macam-macam shulhu, dijelaskan dalam buku fiqh syafi’iyah oleh Idris
Ahmad bahwa shulhu dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Perdamaian antara muslimin dengan kafir, yaitu
membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu, secara bebas
atau dengan jalan mengganti kerugian yang diatur dalam undang-undang yang
disepakati dua belah pihak.
b. Perdamaian antara kepala negara
(imam/khalifah) dengan pemberontak yakni membuat perjanjian-perjanjian atau
peraturan-peraturan mengenai keamanan dalam negara yang harus ditaati.
c. Perdamaian antar suami istri, yaitu membuat
perjanjian aturan-aturan pembagian nafkah, masalah durhaka serta dalam masalah
menyerahkan haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.
d. Perdamaian dalam muamalat, yaitu membentuk
perdamaian dalam masalah yang ada kaitannya dengan perselisihan-perselisihan
yang terjadi dalam masalah muamalat.[2]
Dhaman dari segi bahasa berarti
tangungan atau jaminan. Sedangkan menurut istilah adalah jaminan yang diberikan
oleh seseorang tentang pekerjaan, barang, atau pembayaran hutang yang
dijanjikannya kepada orang yang memerlukan.[3]
Pada pembahasan kafalah di sini penulis menambahkan tentang pengertian dan pembayaran
kafalah. Kafalah menurut bahasa artinya menggabungkan, jaminan, beban, dan
tanggungan. Menurut istilah kafalah adalah transaksi yang menggabungkan dua
tanggungan untuk memenuhi kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan,
maupun badan.
Mengenai pembayaran wakalah yaitu jika
penjamin telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia
jamin maka si penjamin boleh meminta kembali kepada orang ia jamin apabila
pembayaran itu dilakukan berdasarkan izinnya. Alasannya, karena si penjamin
telah mengeluarkan harta untuk kepentingan yang bermanfaat bagi orang yang
dijamin. Dalam hal ini keempat imam mazhab sepakat. Namun mereka berbeda
pendapat jika pembayaran yang dilakukan penjamin tanpa seizin orang yang
dijamin sedangkan penjamin sudah terlanjur membayar.
Menurut syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar
utang orang yang dijamin tanpa izin darinya hukumnya sunnah. Penjamin tidak
berhak untuk minta rugi kepada orang yang ia jamin. Tetapi menurut Maliki penjamin
berhak menagih kembali kepada orang yang dijamin.
Ibnu Hazm berpendapat bahwa penjamin tidak
berhak menagih kembali kepada orang yang dijamin atas apa yang telah ia
bayarkan baik dengan izin orang yang atau tidak.
Jika yang dijamin tidak ada penjamin tetap
berkewajiban menjamin. Ia tidak dapat mengelak dari kafalah kecuali dengan
membayar atau orang yang berpiutang menyatakan bebas untuk penjamin dari utang
yang dijamin.[4]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Wakalah menurut bahasa berarti penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat. Menurut istilah, wakalah adalah
permintaan perwakilan oleh seorang kepada orang lain yang bisa menggantikan
dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan untuk diwakilkan, seperti jual beli.
As-sulhu menurut bahasa Arab, bermakna memutus pertengkaran, perselisihan,
atau perdamaian. Dapat kita pahami bahwa sulhu adalah akad yang bertujuan untuk
mengakhiri perselisihan atau persengketaan.
Dhaman dari
segi bahasa berarti tangungan atau jaminan. Sedangkan menurut istilah adalah
jaminan yang diberikan oleh seseorang tentang pekerjaan, barang, atau
pembayaran hutang yang dijanjikannya kepada orang yang memerlukan.
Kafalah menurut bahasa artinya menggabungkan, jaminan, beban, dan
tanggungan. Menurut istilah kafalah adalah transaksi yang menggabungkan dua
tanggungan untuk memenuhi kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan,
maupun badan.
Dapat disimpulkan lagi bahwa wakalah, sulhu, dhaman, dan kafalah itu dalam
Islam diperbolehkan, sebab dari empat unsur materi tersebut tersirat hikmah
untuk menjadikan manusia saling tolong-menolong terhadap sesamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly,
Abdur Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.
Qosim, M. Rizal,
Pengamalan Fikih, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PTRajaGrafindo Persada,
2002.
http://materi-siswa.blogspot.com/2012/05/dhaman.html